×

Siap Aksi Besar, Serikat Buruh: Tidak Tepat Program Tapera Dengan Memotong Upah Buruh

Siap Aksi Besar, Serikat Buruh: Tidak Tepat Program Tapera Dengan Memotong Upah Buruh

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai tidak tepat program Tabungan Perumahan Rakyat dijalankan dengan memotong upah buruh. Presiden Partai Buruh yang juga Presiden KSPI, Said Iqbal, menyampaikan di dalam UUD 1945, negara diperintahkan untuk menyiapkan dan menyediakan perumahan sebagai hak rakyat. Karena rumah adalah hak rakyat, maka prinsipnya, kewajiban negara untuk menyediakannya. Hal ini juga masuk dalam 13 Platform Partai Buruh, di mana jaminan perumahan adalah jaminan sosial yang akan diperjuangkan.

“Tetapi persoalannya, kondisi saat ini tidaklah tepat program Tapera dijalankan oleh pemerintah dengan memotong upah buruh dan peserta Tapera,” ujar Said dalam keterangannya, Rabu (29/5/2024). Menurut Said Iqbal, setidaknya ada beberapa alasan mengapa program Tapera belum tepat dijalankan saat ini. Pertama, belum ada kejelasan terkait dengan program Tapera, terutama tentang kepastian apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung dengan program Tapera. Jika dipaksakan, hal ini bisa merugikan buruh dan peserta Tapera.

Ledakan Keras di Pusat Tel Aviv, Belasan Tentara Israel Roboh Dalam Sehari di Front Gaza Lebanon Halaman 4 Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 11 Halaman 72 73 Kurikulum Merdeka, Kegiatan 3: Unsur Cerpen Halaman 4 Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 132 133 134 Kurikulum Merdeka: Penilaian Pengetahuan Bab 4 Halaman all

Kunci Jawaban PAI Kelas 10 Halaman 80 81 82 83 Kurikulum Merdeka: Penilaian Pengetahuan Bab 3 Halaman all “Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegasnya. Sekarang ini, upah rata rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan. Bila dipotong 3% per bulan maka iurannya adalah sekitar Rp 105.000 per bulan atau Rp 1.260.000 per tahun. Karena Tapera adalah tabungan sosial, maka dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga Rp 12,6 juta atau Rp 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah. “Jadi dengan iuran 3% yang bertujuan agar buruh memiliki rumah adalah kemustahilan belaka bagi buruh dan peserta Tapera. Sudahlah membebani potongan upah buruh setiap bulan, di masa pensiun atau saat PHK juga tidak bisa memiliki rumah,” ujar Said Iqbal. Alasan kedua mengapa Tapera tidak tepat dijalankan saat ini adalah, dalam lima tahun terakhir ini, upah riil buruh (daya beli buruh) turun 30%.

Hal ini akibat upah tidak naik hampir 3 tahun berturut turut dan tahun ini naik upahnya murah sekali. Bila dipotong lagi 3% untuk Tapera, tentu beban hidup buruh semakin berat. Oleh karenanya, tidak tepat jika program Tapera dijalankan saat ini. Dalam UUD 1945, menurut Said, tanggung jawab pemerintah adalah menyiapkan dan menyediakan rumah untuk rakyat yang murah, sebagaimana program jaminan kesehatan dan ketersediaan pangan yang murah. Tetapi dalam program Tapera, pemerintah tidak membayar iuran sama sekali, hanya sebagai pengumpul dari iuran rakyat dan buruh.

"Hal ini tidak adil karena ketersediaan rumah adalah tanggung jawab negara dan menjadi hak rakyat,” kata Said Iqbal. Menurutnya, program Tapera tidak tepat dijalankan sekarang sepanjang tidak ada kontribusi iuran dari pemerintah sebagaimana program penerima bantuan iuran dalam program Jaminan Kesehatan. Sedangkan alasan keempat, program Tapera terkesan dipaksakan hanya untuk mengumpulkan dana masyarakat khususnya dana dari buruh, PNS, TNI/Polri, dan masyarakat umum. Jangan sampai korupsi baru merajalela di Tapera sebagaimana terjadi di ASABRI dan TASPEN.

Dengan demikian, Tapera kurang tepat dijalankan sebelum ada pengawasan yang sangat melekat untuk tidak terjadinya korupsi dalam dana program Tapera. Said Iqbal menyampaikan, Partai Buruh dan KSPI menolak program Tapera dijalankan saat ini karena akan semakin memberatkan kondisi ekonomi buruh, PNS, TNI, Polri dan peserta Tapera. "Partai Buruh dan KSPI sedang mempersiapkan aksi besar besaran untuk menolak Tapera, Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam jaminan kesehatan yang kesemuanya membebani rakyat," katanya.

Post Comment

You May Have Missed